Ia pernah menjadi seorang perwira yang memimpin pasukan raja. Pahlawan perang yang membawa kemenangan dalam Perang Mawar dan seorang ksatria sekaligus bangsawan terhormat dari keluarga Valdemaira.

Sampai suatu hari ketika perempuan itu membuatnya kehilangan penglihatan.

Pria yang dulunya gagah, kini berubah menjadi seorang pemurung dan penuh amarah, mengurung diri di kediaman terpencil. Orang-orang menjulukinya sebagai "Kediaman Si Buruk Rupa".

Pada suatu malam yang sunyi, ia mendengar ketukan di pintu rumah itu.

“Kau tahu siapa yang merusak mataku?”

“……”

“Seorang pelayan. Persis sepertimu.”

Tangan yang semula mencengkeram pipi itu turun ke dagu, lalu berakhir menekan lehernya.
Ia terbatuk keras, tercekik oleh genggaman itu.

“Dan kau tahu bagaimana caranya?”

“……”

“Dengan menuangkan racun tepat ke mataku.”

Tekanan di lehernya semakin berat—seberat dosa yang pernah ia lakukan. Bahkan bila ia mengabdikan seluruh hidup untuk melayani di sisinya, dosa ini takkan pernah bisa ditebus.

“Bertemu denganmu adalah keberuntungan terbesar dalam hidupku.”

Pria itu berbisik.

“Lain kali … kita berdua akan membuka mata, dan berjalan di jalan ini bersama-sama.”

Lain kali ...

Bibinya bergerak, melafalkan kata-kata itu tanpa suara. Apakah benar … ada lain kali untuk mereka?